Ditemui di kediamannya di Cagar Budaya Sela Cau,
Rohidin yang lebih dikenal dengan Sultan Patra Kusumah VIII dengan lugas dan
jelas memaparkan sejarah berdirinya Kerajaan Sela Cau yang berlokasi di Kampung
Nagaratengah Desa Cibungur Kecamatan Parungponteng Kabupaten Tasikmalaya Jawa
Barat, Rohidin mengklaim dirinya sebagai putra mahkota Kerajaan Sela Cau yaitu
Sultan Generasi ke delapan Kerajaan Sela Cau. Menurut Rohidin, dirinya bercita
cita ingin melestarikan sejarah dan budaya sunda. “Dasar kami adalah budaya,
kami akan memberitahu kepada orang yang belum tahu, dan mengajak warga
masyarakat yang merasa orang sunda untuk peduli terhadap budayanya”, ujarnya.
Terlepas benar dan tidaknya kerajaan Sela Cau ini,
berikut penelusuran tentang sejarah keberadaan Kerajaan Sela Cau yang berhasil
dirangkum dari petikan wawancara dengan Rohidin (Sultan Patra Kusumah VIII).
Menurutnya, salah satu pangeran dari Mataram yang
dikenal dengan nama ”Embah Gulung Sakti” diutus ke Baghdad untuk berguru kepada
“Syekh Ahmad Hirowwi” yang mempunyai anak laki-laki yang sama-sama menimba ilmu
dengan utusan dari Mataram tersebut. Di pesantren yang dipimpinnya, Syekh Ahmad
Hirowwi mendengar kabar bahwa tanah Jawa adalah Pudatagama Hindu akan tetapi
disisi lain Syekh Ahmad Hirowwi mendengar kabar lagi dari tanah jawa bahwa di
tanah Jawa banyak pedagang-pedagang keturunan Arab yang berdagang di tanah Jawa
yang menyebarluaskan agama Islam. Syekh Ahmad Hirowwi merasa bersyukur ketika
“Syekh Datul Kahpi” menetap di Jawa yang nama aslinya “Syek Idlofi Mahdi”
tepatnya pada taun 1420 M.
Ternyata Syekh Idlofi Mahdi, masih keturunan Baghdad
juga, termasuk kerabat beliau yang memilih menetap di tanah Jawa tepatnya di
Kampung Celanang Gunung Jati dibawah kekuasaan Padjadjaran. Yang sekarang ini
menjadi kota Cirebon. Disisi bangga dan rasa syukur, Syekh Ahmad Hirowwi
mengutus muridnya yang bernama Embah Gulung Sakti untuk menimba ilmu ke kuala
dan berpesan “setelah selesai berguru agar langsung ke tanah Jawa untuk
membantu penyebarluasan agama Islam”.
Embah Gulung Sakti setelah mendapat restu berangkat ke
kuala dan menetaplah di sana. Dengan pesatnya pengembangan syi’ar agama Islam
di tanah Jawa, maka sampailah informasi ke Syekh Ahmad Hirowwi, terlebih lagi
setelah putra dan putri Padjadjaran yaitu RADEN WALANG SUNGSANG dan RADEN RATU
RARANG SANTANG serta RADEN PANAMA RASAS yang bergelar “PRABU SILIWANGI” dan “
NYI MAS SUMBANG LARANG” berguru dan menjadi murid Syekh Idlofi Mahdi. Pada
waktu itu usianya masih sangat muda, dibanding dengan Syekh Idlofi Mahdi.
Dengan informasi itu hati Syekh Ahmad Hirowwi sangatlah bahagia.
Dengan diketahui istri Syekh Ahmad Hirowwi, dalam
waktu yang lama sekitar tahun 1450 M, beliau dikaruniai 5 anak laki-laki dalam
kurun waktu 50 tahun. Pada waktu itu putra-putranya sangat rajin dalam
memperdalam Agama Islam, setiap kiayi atau Syekh-syekh yang ada di Baghdad di
gurui sama putranya, sehingga pada waktu itu Syekh Ahmad Hirowwi usianya sudah
sangat tua.
Pada taun 1510 M beliau menyuruh ke 5 putranya itu,
untuk berangkat ketanah jawa dengan diberi amanat untuk memperluas syi’ar agama
islam. Dalam waktu 35 tahun mereka berkeliling di tanah nusantara termasuk
pulau Jawa dan setelah selesai tugasnya mereka selalu berguru dimanapun berada,
termasuk kepada wali-wali yang 9 (Wali Songo).
Sekitar tahun 1522 M, sampailah ke Cirebon yang masa
itu kepemimpinannya dipimpin oleh Sunan Gunung Jati, setelah ketemu dengan
Sunan Gunung Jati kelima putra Syekh Ahmad Hirowwi membicarakan suatu hal yang
sangat rahasia dengan Sunan Gunung Jati, setelah selesai pembicaraannya dengan
Sunan Gunung Jati, kelima putra Syekh Ahmad Hirowwi diutus oleh Sunan Gunung
Jati untuk berangkat ke Padjadjaran sebagai pasukan inti dengan misi memperluas
agama islam dengan merengkut rakyat Padjadjaran agar masuk agama islam, dan
dijadikannya oleh kelima Syekh Ahmad Hirowwi tersebut dalam mempersempit ruang
gerak raja Padjadjaran itu, dan mencari kelemahan Prabu Siliwangi atau Raja
Padjadjaran yang pada waktu itu sudah diganti dengan “Raja Kanjeng Prabu
Surawisesa”.
Pada waktu itu Sunan Gunung Jati bersama Wali Songo
yang lain di antaranya Raden Makdum, Raden Rahmat, Raden Maulana Malik Ibrahim,
Raden Saripudin, Raden Syarip Hidayatullah, Raden Ainul Yakin, Raden Umar
Sahid, Raden Assahid dan Raden Syekh Jafar Sidik. Kesembilan wali tersebut
sepakat memberi gelar kepada para putra Syekh Ahmad Hirowwi dengan gelar
“Pandawa Lima”, yang asal mula namanya tersebut dirahasiakan. Nama-nama Pandawa
Lima itu diantaranya Raden Patra Kusumah, Raden Arsa Bangsa, Raden Sata Taruna,
Raden Patih Dipa Manggala dan Pangeran Bungsu Damiyani.
Pandawa Lima ini di tugaskan agar merekut orang-orang
padjadjaran agar bisa ditaklukan dan masuk agama islam. Dengan perjuangan yang
sangat ulet dan tekun, maka Pandawa Lima ini dibantu oleh Wali Songo dan
murid-murid pilihan lainnya dalam Agresi Rahasia tersebut maka dalam kurun
waktu yang panjangnya sekitar 27 tahun dan perjuangannya itu sangat berhasil,
hampir semua keturunan Raja Padjadjaran termasuk dari keluarga putra dan putri
raja banyak yang masuk agama islam.
Pada tahun 1549M/969H, Wali Songo beserta Pandawa Lima
ini dan anggota-anggota yang sudah sepenanggungan ini sepakat mendirikan sebuah
organisasi yang dinamakan ”Sela Cau” kenapa organisasi itu dinamakan Sela Cau?,
karena Pandawa Lima yang anggotanya mempunyani lima yang sangat tinggi, dan
Sela Cau di ambil dari ujukan-ujukan musuhnya, yaitu ketika pandawa lima dan
anggotanya terseret atau terdesak oleh musuh mereka selalu berlindung di
rimbunnya pohon cau sehingga musuh tidak melihat dan, sesuai dengan wilayah
tanah pasundan, dari mula dulu sampai sekarang tanah pasundan dipenuhi oleh
kebun cau yang ada dimana-mana, dari mulai tanaman rakyat yang pada kebanyakan
rakyat itu menanam cau.
Kata cau adalah: kata yang diambil dari bahasa ”Sunda
” yang berarti ”Pohon Pisang” . dan akhirnya mereka diberi gelar ”Sunan Sela
Cau”. Maka gelar sunan sela cau itu abadi, sampai sekarang banyak tokoh atau
kiyai yang bertawasul kepada ”Sunan Sela Cau” makanya dalam setiap hajatan dan
tasakuran orang-orang selalu menghormatinya atau mendoakan atas jasa-jasanya
dan mengharapkan Sari’at, kehormatan atau maunat dari bertawasul kepada ”Sunan
Sela Cau” tersebut, yang sangat terkenal kesaktiannya dan kegigihannya dalam
memperjuangkan syiar agama islam ini.
Perjuangan Sunan Sela Cau yaitu: menbangun pemerintah
sementara dibawah pimpinan Kesultanan Cirebon, yang pada waktu itu sudah
dipimpin oleh “Sultan Pangeran Pasarean” yang didampingi Senopati Patahilah,
atau yang bergelar Kibagus Pasai. Itu setelah berakhirnya Agresi Militer atau
serangan ke kerajaan Galuh. Wafatnya Raden Ariya Kiban dan Raden Cakra Ningkrat
(Raja Galuh) atas perintah Sultan Cirebon, pemerintahan di Galuh diperluas lagi
sampai Tasikmalaya, Garut dan Sumedang, dalam memperluas jaringan pemerintah.
Pemerintah yang dimotori oleh Sunan Sela Cau telah
sampai penyebaran atau perluasannya hingga ke Pamijahan Tasikmalaya. Dengan
hasil kesepakatan Sunan Sela Cau menetaplah di wilayah Sunan Sela Cau yang
berada di sebelah Selatan Kabupaten Tasikmalaya yaitu Kecamatan Parung Ponteng,
Kecamatan Sodinghilir dan Kecamatan Bantar Kalong. Selanjutnya Sunan Sela Cau
menetaplah di wilayah itu terutama di wilayah Pamijahan yang merupakan bekas
salah satu kediaman Sultan Aulia Allah atau ”Syekh Abdul Qodir Djaelani”.
Setelah lama menetap di wilayah Sela Cau dengan perjuangan yang sangat panjang,
maka terkenallah Sunan Sela Cau itu sampai ke pelosok Nusantara termasuk
Mataram dan sekitarnya.
Maka selama itu Sunan Sela Cau sudah ada pada periode
atau jaman kejayaan Wali Songo, sebelum datangnya Syekh Abdul Muhyi ke
Pamijahan. Datangnya Syekh Abdul Muhyi ke Pamijahan karena diutus untuk
membangun wilayah istimewa Pamijahan. Karena adanya keberhasilan pasukan
rahasia yang dipimpin oleh ”Raden Patra Kusumah”, dalam memperluas agama islam
termasuk mempersempit kekuasaan Padjadjaran karena pada waktu itu kerajaan
Padjdadjaran beragamakan Hindu, setelah Syekh Abdul Muhyi ke Pamijahan dengan
berbagai macam rintangan, menurut cerita ketika itu datanglah seorang kakek-kakek
bertamu ke Pamijhan yaitu Raden Patra Kusumah dan kebetulan pada waktu itu
Syekh Abdul Muhyi berada di masjidil Harom Mekah sedang melaksanakan shalat
dekat Ka’bah tepatnya Batu Hajar Aswad karena kesaktiannya beliau tahu bahwa di
rumah Pamijahan ada tamu yaitu pemimpin Sunan Sela Cau, dan dalam benaknya
Syekh Abdul Muhyi ingin menguji dan mencoba kesaktiannya Raden Patra Kusumah
saat itu.
Selanjutnya Syekh Abdul Muhyi pulang ke rumahnya di
Pamijahan dan sesampainya di rumah, Syekh Abdul Muhyi beramah tamah atau
menemui Raden Patra Kusumah. Setelah lama bersenda gurau dengan Reden Patra
Kusuma, Syekh Abdul Muhyi mengatakan ”maaf sebelum meneruskan obrolan saya
ketinggalan tasbih di Ka’bah mau diambil dulu”. Raden Patra Kusumah sudah
mengetahui bahwa Syekh Abdul Muhyi menguji dirinya.
Dengan sikap ramah, Raden Patra Kusumah menawarkan
jasa kepada Syekh Abdul Muhyi dengan sambil duduk bersila dan tidak merubah
anggota badannya berkata ”biar saya yang mengambilkan tasbih tersebut”, selesai
mengatakan hal tersebut ternyata tasbih yang ditinggalkan Syekh Abdul Muhyi di
Ka’bah sudah berada di depannya, maka pada waktu itu Syekh Abdul Muhyi berkata
”Maha suci Allah ternyata benar-benar Raden Patra Kusumah itu adalah orang yang
Saktimantraguna”.
Pada waktu itu Syekh Abdul Muhyi sangat muda dibanding
dengan Raden Patra Kusumah yang usianya sudah lanjut (senja). Dalam kiprah
kejayaan organisasi Sela Cau tersebut, diresmikan pada tahun 969 H, bertepatan
dengan tahun 1589 M. Kesimpulan kejayaan organisasi Sunan Sela Cau selama 40
tahun. Menurut cerita usia orang-orang Sunan Sela Cau mencapai rata-rata di
atas 200 tahun.
Beberapa hasil Karya Sunan Sela Cau diantaranya :
· Membangun pemerintah dan menbuka lahan pertanian dan
pertambangan wilayah Sela Cau.
· Menata pemerintah Galuh Ciamis dan Tasikmalaya, dan
menetapkan Raden Semplak Wajah di Galunggung atau yang terrenal “Galuh Agung”.
· Membangun pemerintah baru dan mengangkat Adi Pati
Pertama di wilayah huni dan sekitarnya yang menurunkan keturunan Sukapara
Ngadaun Ngora.
· Membangun pusat pemerintah di Talag Sumedang setelah
Raden Arya Salingsingan dibawa ke Cirebon karena beragamakan Budha.
· Membangun pusat pemerintah Bupati dan Adiptai di
Betawi setelah pengusiran Portugis masa Raja Padjadjaran Prabu Surawisesa, dan
pada akhirnya tanah Pasundan didominasi agama islam setelah Prabu Surawisesa
dan organisasi Sela Cau mengadakan kesepakatan di Bogor Batu Tulis, maka Prabu
Surawisesa memperluas agama hindunya ke tanah “Kute Bali” karena secara politik
di tanah tatar Pasundan sudah terdesak oleh Agresi Sunan Gunung Jati yang
termasuk anggota Sunan Sela Cau. Pasukan inti yang sangat dirahasiakan itu
sampai Semarang ini banyak kalangan yang menyembunyikannya karena dulunya
pasukan yang Sangat Rahasia.
Beberapa Situs-Situs peninggalan Sela Cau diantaranya
:
· Gua Rangga Gading yang berada di desa Cigunung
Kecamatan Parungponteng Tasikmalaya.
· Gua Karaton yang berada di dalam Gunung Karang
Lenang Desa Cigunung Kecamatan Parungponteng Tasikmalaya.
· Kursi Dewan Musyawarah yang berada di Gunung
Cipalinter Tasikmalaya.
· Batu Goong yang berada di Gunung Goong Angsana
Tasikmalaya.
· Batu Benne yang berada di Gunung Citalahab
Tasikmalaya.
Rohidin atau Sultan Patra Kusumah VIII menginginkan
Sela Cau dijadikan Wilayah Istimewa seperti Wilayah Kesultanan lainnya di
Jogjakarta.

Komentar
Posting Komentar